Sabtu, 19 November 2011

Jejaring sosial, pisau bermata dua

Jejaring sosial, sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Profesor J.A Barnes di tahun 1954, kali ini kerap menjadi perbincangan dikarenakan dampaknya yang meluas:positif maupun negatif.

Dapat diartikan bahwa jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (individu atau organisasi) yang terikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, teman, ide, dan keturunan.

Jaringan sosial dapat beroperasi di banyak tingkatan mulai dari individu, keluarga hingga negara. Menurut penelitian akademik Jaringan ini memegang peranan penting dalam menentukan cara memecahkan masalah bagi

seseorang maupun organisasi, bahkan derajat keberhasilan individu dalam mencapai tujuannya.

Dengan perkembangan teknologi, berbagai situs bermunculan, situs komunitas/jaringan sosial sebuah fenomena internet yang mewakili generasi muda. Situs-situs ini awalnya sering digunakan untuk mencari jodoh. Namun pada perkembangannyamodus yang sama juga digunakan untuk mencari teman. Salah satu jenis situs seperti ini yang populer adalah di Indonesia Friendster (juga merupakan yang pertama) dan Myspace serta facebook.

Munculnya jejaring sosial versi maya ini, mempengaruhi relasi manusia. Situs komunitas diatas di buat untuk memenuhi keinginan individu untuk berkomunikasi tanpa ada batasan waktu dan ruang. Tak jarang jejaring sosial kerap berpotensi mempengaruhi pola berpikir seseorang dan membentuk kepribadian individu.

Jejaring sosial maya yang semula digunakan sebatas menjalin ikatan diantara teman, sahabat dan keluarga, kini bermetamorfosa menjadi gerakan sosial baru. Solidaritas kebersamaan pun terbangun seketika lewat situs jejaring ini ketika Jakarta diguncang bom, bencana (cth Sumatera Barat), sosial (cth koin cinta Bilqis, koin untuk Prita). Berbagai aksi simpati dan solidaritas ini pun cepat terjalin lewat jejaring sosial maya.

Tidak hanya itu, situs jejaring ini juga bisa menjadi media politik alternatif. Hal ini terlihat dari dukungan aksi solidaritas terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak hanya garang di wadah digital saja dengan dukungan kurang lebih 1 juta pengguna Facebook. Akan tetapi, jejaring maya ini pula tampil nyata dalam aksi di Bundaran HI.

Kekuatan era digital ini menjelma menjadi kekuatan riil, dimana setiap individu memiliki kekuatan penuh untuk menyuarakan ide atau gagasannya sendiri. Akan tetapi media ini juga kerap mengundang kontroversi.

Berkembangnya situs jejaring sosial sebagai tren komunikasi masyarakat modern, perlu disikapidengan jernih. Khususnya bagi anak-anak, dikhawatirkan dapat terpengaruh negatif dengan arus informasi yang sangat bebas dalam situs jejaring sosial.

Tak pelak, banyak korban anak-anak khususnya perempuan yang hilang akibat kenalan di facebook. Selain itu pula media situs jejaring ini juga tidak bebas murni. Karena banyak kasus yang berkaitan dengan pernyataan pribadi yang kerap dianggap mengundang SARA. Sebagai contoh kasus Evan Brimob, Ibnu Rachal Farhansyah memicu kemarahan masyarakat Bali, kasus Luna Maya di Twitter dan terakhir Zulfikry Imadul Bilad mahasiswa ITB yang dianggap rasis terhadap masyarakat Papua.

Selain itu juga banyak perusahaan yang menganggap situs jejaring sebagai momok. Beberapa perusahaan berusaha memblokir situs jejaring, karena mempengaruhi produktifitas kerja para karyawan. Kita tidak bisa menyalahkan teknologi, karena seiring berkembangnya zaman pasti memiliki risiko yang harus dikenali. Baik buruknya situs jejaring tergantung dari kearifan dari pengguna untuk menggunakannya secara positif. Situs jejaring ini hanya salah satu wadah berkomunikasi, tapi jangan sampai terjadi dehumanisasi dalam kehidupan masyarakat. Akibat terparahnya adalah masyarakat jadi kehilangan keterampilan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar